Three Years Later

Three years ago, I stopped writing poetry. People kept asking me. I kept asking myself. For a while, I still tried. I still picked up my pen and notebook almost everyday, only to find myself staring at the blank page. The truth is: it was driving me insane. Something that used to heal me ended up … Continue reading Three Years Later

Surat Tahun Baru buat Gonggong

Kepada Gonggong*.   Kemarin kita bicara sajak. Sajak-sajak Cina klasik. Dan aku sudah berlatih berminggu-minggu untuk membisikkan salah satunya di telingamu. Lalu kau tersenyum, sembari protes karena pelafalanku yang tetap saja kacau dari tahun ke tahun. Tapi aku mengatakan padamu, wo xianzai xue xi han yu, hati-hati dan pelan-pelan. Kemarin kita bicara sajak. Sajak-sajak Indonesia … Continue reading Surat Tahun Baru buat Gonggong

Cerita yang Selesai pada Suatu Hari Minggu

: Arnellis Ini tentang nona dan cerita miliknya sendiri. Tak ada yang baru selain kehilangan dan penyair dengan apel manis beracun— dongeng anak-anak gadis yang mengalir ratusan tahun. Hanya saja ia bukan putri-putri penyabar dan dungu yang menunggu di depan tungku atau puncak menara batu; ini cerita nona yang tak serapuh perempuan punya Minke. Ia … Continue reading Cerita yang Selesai pada Suatu Hari Minggu

Melankoli dalam Komposisi

(bersama Hyde Asmarasastra dan Liza Samakoen) I inilah awal mula kita saling mengatakan hal-hal yang bertolak belakang bersamaan: langit aman tanpa tuhan yang layak dikhawatirkan, cuma angin dan sekumpulan awan pemandu khayalan. melakukan ritual melewati kesedihan lebih dalam dari kehidupan berpasangan. terbang dengan mata tertutup, jadi keterasingan yang biasa. tiap-tiap pesta terapung memiliki atapnya sendiri; … Continue reading Melankoli dalam Komposisi

Hujan di Kotamu, Hujan di Kotaku

1. Suatu hari di kotamu, kau dibuat ketakutan oleh hujan yang jatuh: entah segala yang bertahan sebelum angin memaksanya patuh, atau kaki-kaki yang berderap semakin lama semakin riuh, atau gelap yang membuat kesepian kian penuh. Kukirim kata-kata penenang kemudian ikut takut bersamamu—aku tak tahu cara tepat membuat pelukan tetap hangat hingga sampai di tempat yang … Continue reading Hujan di Kotamu, Hujan di Kotaku

Setahun Setelah Sajakmu

1. Kuingat nama-nama mati yang kausebutkan suatu pagi sebelum kita mulai menyiapkan kehilangan sendiri 2. Kita menggambar sebatang pohon dengan daun-daun jatuh, lalu bertengkar tentang cuaca dan tempat berteduh 3. Mencium dengan bibir ngilu mencintai dengan pisau dan batu: apakah ini kita atau takut yang terlalu? 4. Bagaimana ulang tahun sajakmu seharusnya dirayakan-- kunyalakan sebatang … Continue reading Setahun Setelah Sajakmu